KEKACAUAN DATA JOKOWI

KEKACAUAN DATA JOKOWI SEBAGAI BENTUK MANIPULASI KEPADA RAKYAT

Jokowi menyampaikan beberapa kesesatan data pada Debat Kedua Capres, 17 Februari 2019:

1. Tahun 2018 total impor jagung 180.000 Ton, padahal data sahih menunjukkan impor jagung semester 1 saja 331.000 Ton dan Total impor jagung tahun 2018 sebesar 737.228 Ton.

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4386968/ri-impor-737000-ton-jagung-di-2018-paling-banyak-dari-argentina

2. Jokowi menyampaikan total produksi beras Tahun 2018 sebesar 33 juta Ton dan Total Konsumsi 29 juta ton, padahal data yang benar adalah data konsumsi beras nasional 2018 sebesar 33 Juta Ton dan Data produksi plus impor sebesar 46,5 juta Ton.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/12/inilah-perbandingan-produksi-dan-konsumsi-beras-nasional

3. Jokowi menyatakan telah membangun lebih dari 191.000 KM jalan desa, padahal itu adalah total jalan desa yang dibangun sejak Indonesia merdeka, sejak jaman Presiden Soekaro, Soeharto, Habibie, Megawati, SBY dan Jokowi.  Mengapa diklaim semuanya tanpa sisa?

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/07/30/35-panjang-jalan-indonesia-terdapat-di-sumatera

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/20/14144381/4-tahun-jokowi-jk-dan-catatan-pembangunan-infrastruktur?page=all

4. Presiden menyatakan bahwa kolam bekas galian tambang sebagian telah dialih-fungsikan diantaranya untuk kolam ikan, padahal berbagai literatur menunjukkan bahwa area bekas tambang tidak bisa digunakan untuk apapun. Bahkan banyak yang memakan korban anak-anak. Di Kaltim ada 34 anak meninggal karena kolam bekas tambang. Itu kolam di daerah tambang yang mana? bisa tunjukkan?

https://m.jawapos.com/jpg-today/04/12/2018/di-lubang-lubang-maut-itu-di-mana-negara/

5. Jokowi menyatakan telah membangun infrastruktur internet jaringan 4G 100 persen di Barat, 100 persen di tengah dan 90 persen di timur, Padahal data menunjukkan kurang dari 20 persen kabupaten dan kota bisa mengakses signal 4G, itu data dari mana?

https://tekno.kompas.com/read/2017/10/19/08301647/tiga-tahun-menkominfo-rudiantara-seperti-apa-infrastruktur-telekomunikasi

6. Akses internet sudah sampai ke desa-desa, banyak produk pertanian memiliki market place sehingga mendapat harga yang bagus karena memotong rantai distribusi.  itu dapat informasi darimana dan dari siapa? karena dari keseluruhan market place online produk pertanian kurang dari 1 persen dan sisanya 99 persen offline, itupun harga jual ditingkat perani rata-rata hanya 10 persen dari BEP bahkan ketika panen raya harga jatuh menjadi kurang dari 50 persen BEP.

https://economy.okezone.com/read/2018/08/27/320/1942005/nasib-petani-di-tengah-pusaran-revolusi-industri-4-0

7. Presiden tidak bisa membedakan status kepemilikan tanah, antara HGU dan SHM, terjadi kekacauan pemahaman, apakah Menteri Agraria tidak memberikan informasi dan brief yang cukup tentang status kepemilikan tanah Prabowo di Kaltim dan Aceh?. Lalu bagaimana dengan konsesi tambang dan kebun yang diberikan era Jokowi yang luasnya juga tak terbayangkan?

http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/-Greenpeace-Ini-waktunya-mengeluarkan-larangan-deforestasi-kelapa-sawit-bukan-hanya-moratorium/

https://m.kumparan.com/@kumparanbisnis/jelang-debat-jokowi-dan-prabowo-di-pusaran-bisnis-tambang-1550147551480173760

8. Jokowi mengklaim bahwa pemerintah memenangkan gugatan 18-19 Triliun akibat kerusakan lahan, namun Greenpeace meluruskan bahwa tak satupun dari gugatan itu dibayarkan.  Lalu bagaimana dengan kerusakan lingkungan freeport senilai 185 Triliun? apakah sudah digugat?

http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Ganti-Rugi-189-Triliun-Terkait-Kasus-Kebakaran-dan-Kerusakan-Hutan-Gagal-Dibayar-Sejumlah-Perusahaan-Pemerintah-Harus-Mengambil-Langkah-Tegas/

9. Presiden menyatakan bahwa di negara maju butuh 10-20 tahun untuk memindahkan masyarakat dari mobil ke LRT/MRT, bisa disebutkan itu di negara mana? Jika butuh 10-20 tahun dan pembiayaan dengan hutang bagaimana status pembayarannya? kapan BEP? dan bagaimana kondisi LRT/MRT setelah 10-20 tahun?

10. Presiden menyatakan bahwa impor dilakukan untuk cadangan pangan, padahal overstock, bagaimana business processnya? lalu dikemanakan hasil impor sebanyak itu? operasi pasar? atau bagaimana?  Lalu bagaimana dengan impor daging yang menggila? bahkan dilakukan dari India yang belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku yang justru berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsi? kalu kenapa impor garam dan ikan juga?

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4229342/70-wilayahnya-lautan-kok-indonesia-masih-impor-ikan

11. Presiden menyatakan sejak 2015 tidak pernah terjadi kebakaran hutan, padahal data menunjukkan bahwa pada tahun 2016-2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 30 juta hektar lahan hutan.  Apakah Menteri Kehutanan tidak menginformasikan ini?

http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/datakbhutanall.php

http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran

12. Jokowi bilang embung atau danau buatan yang dibuatnya mampu memberikan peningkatan hasil pertanian. Bukannya setiap tahun 200.000 lahan pertanian di Indonesia berpotensi terkonversi alias menyusut?

https://properti.kompas.com/read/2018/04/11/200000621/lahan-sawah-terus-menyusut-ini-dampaknya

13. Jokowi bilang sudah buat program pertanian 1 juta hektar di Kalimantan dan Papua. Lho, bukannya ini proyek gagal karena sampai sekarang tidak ada beritanya? Justru Papua sekarang diserbu konsesi perkebunan?

https://m.detik.com/news/berita/d-3548282/lestarinya-merauke-dan-kabar-target-jokowi-soal-sawah-12-juta-ha

https://m.dw.com/id/moratorium-diabaikan-perusahaan-sawit-babat-hutan-tropis-di-papua/a-43605265

14. Jokowi bilang, dia telah menyelesaikan konflik agraria. Bukannya di era dia, sepanjang 2017 terdapat 659 kejadian konflik agraria dengan luasan 520.491,87 ha lahan dan melibatkan sebanyak 652.738 KK. Dimana tanah rakyat tergusur untuk perkebunan, tambang dan pabrik?. Lalu bagaimana dengan rakyat Kendeng Jateng yang sering ke Istana? Jokowi tak pernah lihat?

https://www.kpa.or.id/news/blog/kpa-launching-catatan-akhir-tahun-2017/

https://m.detik.com/news/foto-news/d-4228799/lagi-petani-kendeng-kembali-beraksi-di-depan-istana

Hentikan mengabarkan data tak akurat kepada rakyat. Apalagi dengan mimik tanpa dosa. Sebab, semua kebijakan berawal dari data yang benar. Sebab, data yang benar, sepahit apapun, adalah bentuk dari kejujuran seorang pemimpin.

PENCIPTA JALAN TRANS PAPUA : PROF. BJ HABIBIE BUKAN JOKOWI




Jalan Trans Papua panjang seluruhnya 4.330,07 kilometer. Ditargetkan selesai pada tahun 2019.

Jalan Raya ini, dibangun sejak pemerintahan Presiden BJ Habibie tahun 1999 dan dilanjutkan oleh presiden Megawati dan selanjutnya diteruskan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Infrastruktur ini akan menyambung dari Sorong di Provinsi Papua Barat, hingga Merauke di Provinsi Papua. Total panjang jalan Trans Papua di Provinsi Papua sekitar 3.259, km, sedangkan yang di Provinsi Papua Barat panjangnya sekitar 1.071 km.

Semenjak masa jabatan Presiden SBY berakhir, jalan Trans Papua ini wajib diteruskan oleh presiden berikutnya. Ini adalah suatu kewajiban bagi para presiden.

Dari total panjang jalan tersebut, ada 231,27 km jalan baru yang dibangun di tahun 2016 pada era Jokowi, sehingga total Trans Papua yang tembus hingga saat ini sejauh 3.851,93 km, dan yang belum tembus masih sepanjang 479 km saja.

Tugas untuk presiden Jokowi, hanya melanjutkan jalan yang belum diselesaikan oleh presiden-presiden yang terdahulu. Presiden Jokowi tinggal menyelesaikan sisa jalan tersebut yang belum rampung sepanjang 479 km saja.

Hal ini bukan disebut sebagai proyek mangkrak karena masa tugas sang presiden sebelumnya telah berakhir. Untuk tahun ini, ditargetkan 143,35 km jalan baru akan dibangun, sehingga total yang akan tembus menjadi 3.995,28 km.

Ini berarti sisa jalan yang belum tembus sepanjang 334,79 km akan dirampungkan hingga 2019.

Perlu dicatat bahwa Presiden BJ Habibie dan Presiden SBY lah yang mampu menyelesaikan jalan Trans Papua sepanjang 3995 km selama masa jabatannya tanpa pencitraan.

Menjadi Presiden Perlu “Natural Selection”

Pelajaran dari Jokowi: Menjadi Presiden Perlu “Natural Selection”

by Asyari Usman

Mengapa dalam waktu kurang dari tiga tahun ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) begitu banyak melakukan blunder? Mengapa “public relation” beliau sangat buruk? Mengapa Jokowi akhirnya berada di posisi berhadap-hadapan dengan umat Islam, yang berpuncak pada Perppu 2/2017 yang digunakan untuk membubarkan ormas Islam?

Mungkin banyak lagi pertanyaan, tetapi jawabannya singkat saja. Bahwa semua itu terjadi karena, mohon maaf, Jokowi “inexperienced”. Minus pengalaman. Belum memiliki bekal personalitas yang diperlukan oleh seorang presiden.

Dia mudah dekat secara fisik dengan rakyat, tetapi menjadi presiden tidak cukup bermodalkan itu saja. Suka blusukan ke dalam got, parit, pasar becek, dll, pastilah akan terlihat merakyat. Mudah diajak berfoto, mudah diajak bersalaman, tidak terlalu protokeler, adalah keinginan semua orang.

Mau duduk di warung tegal adalah pesona yang sangat dikagumi. Berpenampilan sederhana adalah daya tarik yang magnetis. Itulah citra pribadi.

Sayangnya, semua itu hanya berguna untuk mengumpulkan suara. Tidak berguna untuk menjalankan mandat pemilik suara. Jokowi mampu merebut kursi presiden tetapi kewalahan menjadi presiden.

Para pengusung Jokowi memanfaatkan kekaguman rakyat terhadap blusukan, mudah foto bersama, mudah bersalaman dengan khalayak, dll, untuk mengantarkan Jokowi ke Istana. Setelah berada di singgasana, realitas yang dihadapi Jokowi menjadi sangat membingungkan dirinya. Beliau “overwhelmed”.

Diagnosa ini sangat menyakitkan sekaligus menyedihkan bagi semua orang. Tetapi, rakyat perlu disadarkan agar di masa depan tidak lagi terjebak perangkap citra pribadi.

Di posisi presiden, Anda menghadapi masalah yang sifatnya nasional. Anda menyusun UU, bukan perda. Anda memutuskan kebijakan yang berdampak ke seluruh rakyat dan ke semua bidang kehidupan. Anda memutuskan kenaikan TDL, tarif pajak, izin operasi usaha multinasional, pinjaman luar negeri, arah kebijakan ekonomi. Anda mengangkat dutabesar yang diincar banyak parpol, dlsb.

Singkat kata, wewenang Anda sangat besar. Sangat banyak pula yang memerlukan persetujuan dan tanda tangan Anda.

Kekuasaan Anda bisa juga menentukan posisi ketua umum partai. Di bawah Anda, ada sekian menteri, dirjen, ratusan direksi BUMN, ketua asosiasi, ketua yayasan, dll, yang siap memuliakan Anda. Dan juga membuat Anda tergelincir.

Semua kamera media tertuju kepada Anda. Semua jadwal Anda akan menjadi berita nasional. Anda menjadi bintang media. Menjadi fokus berita. Karena menjadi bintang dan fokus, maka Anda harus tampak prima dan sempurna.

Untuk itu, mutlak diperlukan kapabilitas. Kemampuan. Dan itu harus di atas rata-rata. Harus di atas para politisi yang ada di parlemen. Anda dituntut memiliki penguasaan masalah, terkadang sampai ke tingkat teknis. Anda dituntut memiliki kemapuan berbicara yang sifatnya argumentatif, harus artikulat. Anda harus menguasai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, lisan dan tulisan.

Apakah Jokowi memiliki syarat-syarat ini? Silakan Anda cocokkan sendiri.

Yang jelas, beliau sangat bergantung pada “spin doctors” (tukang poles, tukang bisik). Dari sinilah bermula semua masalah yang terjadi sekarang. Semua disiapkan oleh pemoles dan pembisik. Tidak salah meminta masukan dari tim penasihat, tetapi presiden harus bisa mempertanyakan masukan-masukan itu. Apalagi menyangkut isu yang sensitif.

Presiden seharusnya mengambil posisi sutradara (pengarah), bukan yang disutradarai. Dalam pengolahan presentasi berbagai isu, memang presiden sering harus disutradarai. Ini praktik yang lumrah di mana-mana. Tidak masalah.

Tetapi, presiden seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi tim penasihat (spin doctors), bukan sebaliknya. Berdasarkan inspirasi presiden, tim penasihat akan membuat perumusan bukan penjerumusan.

Yang terjadi sekarang adalah tim penasihat terkesan menjerumuskan Jokowi. Sayangnya, Jokowi tidak merasa dijerumuskan.

Inilah konsekuensi yang harus dirasakan oleh rakyat akibat presiden yang tidak lahir dari “natural selection” (seleksi alam). Jokowi bukan politisi yang teruji di internal orpol. Dia seorang pengusaha meubel yang kemudian disukai warga Solo untuk dijadikan walikota.

Jokowi belum memiliki kapasitas presidensial ketika beliau dipaksakan ke posisi presiden.

Dia bukan Soeharto apalagi Soekarno. Belum juga setara SBY. Dua yang pertama adalah tokoh yang muncul melalui seleksi alam. Mereka kuat dan disegani. Dalam batas tertentu, SBY juga melewati “natural selection”. Ketiga presiden ini tahu apa yang harus mereka lakukan. Mengerti harus menuju ke mana.

Melalui seleksi alam, seorang presiden akan memiliki instink yang tajam. Dia bisa berlayar di laut lepas tanpa bergantung 100% pada alat navigasi.

Rezim Jokowi Bentuk Opini Tidak Jujur

Meniadakan Jejak Sejarah, Rezim Jokowi Bentuk Opini Tidak Jujur

Beredar sebuah artikel dengan judul PRESTASI PRESIDEN JOKOWI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT DAN KEMAJUAN NKRI.

Artikel yang cukup panjang memuat 47 (katanya) keberhasilan Jokowi. Sayangnya artikel itu tanpa menyebut siapa penulisnya sehingga mengaburkan identitas dan keakurasian informasi yang disampaikan.

Artikel itu menjadi menarik karena dianggap sebagai bagian dari pencitraan dan upaya membentuk opini bagi Jokowi yang belakangan semakin merosot elektabilitasnya sebagai akibat dari rendahnya prestasi Jokowi selama hampir 3 tahun memimpin bangsa ini.

Marilah kita mengurai satu per satu dari 47 poin yang disampaikan dengan memaparkan fakta dan bukti serta tambahan informasi yang sepertinya perlu disampaikan agar jejak sejarah tidak terhapus dan siapapun yang berniat menghapus sejarah agar menghentikan upayanya, karena itu hanya akan membodohi generasi mendatang dari kebenaran sejarah.

Di dalam artikel tersebut setidaknya ada 13 kelompok besar sbb:

Sektor Minyak dan Gas 6 poin,
Sektor Energi Listrik 14 poin,
Sektor transportasi 12 poin,
Sektor pengairan atau waduk 4 poin,
Sektor infrastruktur perbatasan 1 poin,
Sektor penyelesaian Lapindo 1 poin,
Sektor perizinan 1 poin,
Sektor penegakan hukum ilegal fishing 1 poin,
Sektor hutang 1 poin,
Sektor pembangun pabrik pupuk 1 poin,
Sektor investasi 2 poin,
Sektor tambang 1 poin,
Sektor perumahan 1 poin.

Itulah 13 poin kelompok sektor yang disajikan sebagai (yang katanya) prestasi Jokowi. Luar biasa memang poin-poin yang disampaikan dan Jokowi patut diberikan rasa hormat yang setinggi-tingginya andai poin-poin ini adalah benar prestasi Jokowi dan apa yang disampaikan itu layak disebut sebagai prestasi.

Mari kita bedah setiap sektor untuk memberikan pemahaman yang utuh sehingga kebenaran tidak terhapus jejaknya.

Pertama, Sektor Minyak dan Gas. Pembubaran Petral yang disebut menghemat anggaran sebesar Rp250 Miliar/hari adalah bentuk lelucon yang tanpa bukti. Rp250 Miliar/hari artinya dalam setahun Pertamina menghemat sekitar Rp91 Triliun. Angka yang fantastis? Nyatanya hingga saat ini Pertamina tidak pernah mencapai penghematan dari berbagai macam efisiensi hingga Rp91 Triliun/tahun. Penghematan Rp250 Miliar/hari bentuk kebohongan artikel ini.

Selanjutnya pencabutan subsidi BBM. Subsidi BBM yang nilainya hampir Rp300 Triliun hingga saat ini tidak jelas peruntukannya ke mana. Bahkan untuk menutup defisit APBN setelah pencabutan subsidi, pemerintah tampak kewalahan mencari pinjaman sehingga Menteri Keuangan harus berulang kali memangkas APBN hingga ratusan trilliun rupiah. Lantas ke sektor produktif mana anggaran itu dialihkan? Apakah untuk membiayai blusukan dan beli sepeda? Tidak jelas. Pencabutan subsidi itu juga bukan karena Jokowi berani, tapi memang karena faktor harga minyak dunia yang terjun bebas, dari di atas 100 USD/barel menjadi (sempat) hingga angka 35 USD/barel. Menurun hampir 70%, sehingga memang subsidi tidak layak lagi diberikan kepada BBM.

Kemudian Perusahaan Aramco katanya akan membangun kilang minyak dan storage senilai Rp140 Triliun di Indonesia. Saya pun bingung mencari di mana kilang tersebut dibangun oleh Aramco? Di bagian bumi mana di Indonesia, Aramco bangun kilang minyak?

Adapun rencana kilang minyak di Kalimantan, itu dimenangkan oleh Rosneft dari Rusia dan belum berjalan hingga sekarang. Bahkan ketika Raja Saudi datang ke Indonesia, hampir tidak ada MoU yang bernilai investasi yang ditandatangani hingga membuat Presiden Jokowi (maaf) ngambek dan menggerutu dengan perasaan kesal.

Selanjutnya terkait dengan pengoperasian RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) di Cilacap. Di mana letak prestasi Jokowi di proyek ini? Apakah menggunting pita peresmian adalah sebuah prestasi?

Proyek ini sudah dimulai sejak di era Presiden SBY dan hampir rampung 100% ketika SBY mengakhiri kepemimpinannya Oktober 2014. Sangat disayangkan memang ketika Jokowi meresmikan pekerjaan SBY tanpa menyebut terima kasih atau setidaknya menyampaikan kebenaran tentang sejarah proyek tersebut, sehingga tidak diklaim sebagai prestasi sendiri.

Bukan cuma RFCC di Cilacap yang dirancang SBY, tapi masih ada tahapan berikutnya yaitu Proyek Langit Biru untuk memperluas dan meningkatkan grade Kilang Cilacap.

Pidato SBY saat meresmikan Jembatan Suramadu yang menyampaikan sejarah proyek tersebut sudah dimulai kajiannya pada era Soeharto saat Habibie sebagai Menristek, hingga dimulai era Megawati dan sempat mandeg kemudian diteruskan di era SBY hingga selesai. Tidak ada penghapusan jejak sejarah di situ. Itulah SBY yang menghormati kinerja pendahulunya, beda dengan saat sekarang ini.

Berikutnya adalah penurunan impor premium yang diklaim sebagai prestasi. Menurunnya impor Premium tentu ada dasarnya yaitu meningkatnya penggunaan BBM jenis Pertalite sebagai karya inovasi Pertamina saat Ahmad Bambang menjabat Direktur Pemasaran di era Presiden SBY. Penurunan harga minyak dunia juga memacu orang untuk membeli BBM yang lebih berkualitas di atas Premium. Jadi tidak ada sama sekali prestasi Jokowi di situ. Yang ada prestasi Pertamina dengan inovasi produknya di era SBY dan berkah penurunan harga minyak dunia.

Kedua, Sektor Pembangkitan Listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Uap yang diresmikan Jokowi di Aceh dan PLTU di Kalimantan adalah proyek yang sudah direncanakan dan dikerjakan sejak era Presiden SBY. Presiden Jokowi datang meneruskan dan meresmikan. Mestinya hal itu juga tidak bisa diklaim sebagai prestasi Jokowi yang hanya sekedar gunting pita. Proyek itu sudah dikerjakan sejak 2013.

Terkait dengan ground breaking PLTU Batang Jawa Tengah, proyek tersebut juga sudah dimulai sejak era SBY, namun terkendala pada pembebasan lahan yang belum tuntas. Bahkan pada saat ground breaking oleh Jokowi, infonya belum semua lahan tuntas dibebaskan. Jadi bukan mangkrak secara tidak benar.

Selanjutnya Penurunan tarif dasar lisrik yang disampaikan dalam artikel tersebut juga menjadi lelucon terburuk saat ini. Publik tentu saat ini merasakan kenaikan harga listrik akibat dicabutnya subsidi dari sektor ini. Lantas di mana letak prestasinya? TDL tidak turun, tapi subsidi dicabut. Mungkin prestasinya adalah pencabutan subsidi dari rakyat tersebut. Prestasinya menambah beban rakyat, mungkin itulah prestasinya.

Ketiga sektor transportasi. Peresmian bandara Ultimate terminal 3 Soekarno Hatta juga adalah klaim memalukan sebuah prestasi bagi Jokowi. Gunting pita peresmian tidak layak dipandang sebagai sebuah prestasi. Terminal 3 tersebut adalah kerja Presiden SBY yang hampir rampung 100% saat SBY mengakhiri kepemimpinannya sebagai presiden. Tidaklah elok menghapus sejarah dan mengklaim kerja sendiri padahal hanya meresmikan saja.

Demikian juga Pembangunan jalan tol seperti Cipali. Jokowi hanya merampungkan sekitar 5% dari total proyek tersebut, karena sudah dikerjakan sejak era Presiden SBY. Demikian juga rencana pembangunan Rel Kereta Api dan Tol Sumatera serta trans Sulawesi. Semua itu program yang masuk dalam MP3EI era Presiden SBY. Lantas mengapa harus diklaim sebagai prestasi Jokowi? Transportasi tersebut juga belum dimulai secara fisik, belum selesai dan belum berwujud. Layakkah rencana diklaim sebagai prestasi? Baru dalam tataran kata “akan” sudah diklaim sebagai prestasi, ini memalukan.

Keempat, sektor pengairan dan waduk. Semakin memalukan klaim prestasi itu ketika menyebut Waduk Jatigede yang dibangun era SBY dan menyisakan progres sekitar 5%  di era Jokowi sebagai sebuah prestasi besar Jokowi. Waduk Jati Gede itu program yang sudah dirancang sejak era Soeharto dan baru terlaksana era SBY sebagai Presiden. Jokowi datang hanya untuk gunting pita dan mengairi waduk tersebut.

Bila kita mau jujur, mestinya Jokowi menceritakan sejarah waduk tersebut sebagaimana SBY menceritakan sejarah Jembatan Suramadu saat peresmian. Tidak perlu malu mengakui kinerja pendahulu karena ini kerja negara bukan kerja pribadi. Ini kerja berkesinambungan antara pemimpin. Malulah jika merasa diri hebat sendiri dan menghilangkan jejak sejarah para pemimpin pendahulu. Kasihan generasi muda ke depan menjadi sesat sejarah.

Kelima, kita padukan sektor Infrastruktur perbatasan, Lapindo, Perizinan, penegakan hukum ilegal fishing, pembayaran hutang, investasi, pabrik pupuk dan perumahan.

Di dalam artikel tersebut disampaikan prestasi Jokowi menggelontorkan Rp16 Triliun untuk perbatasan Kalimantan. Prestasikah ini? Lantas yang dibangun apa? Jika mencantumkan anggaran saja di APBN, meski tanpa implementasi dan realisasi, dianggap prestasi, mengapa tidak diklaim saja semua yang di atas kertas itu sebagai sebuah prestasi?

Lapindo adalah sesuatu yang sarat dengan polemik. Tapi apakah masalah selesai sekarang? Belum selesai masalah sesungguhnya. Pembayaran ganti rugi sudah berlangsung sejak era SBY, dan tidak bisa serta merta tuntas sesaat. Sebuah kerja berkesinambungan yang sampai di tangan Jokowi. Seolah SBY tidak lakukan apa pun atas kasus Lapindo, padahal sudah cukup banyak yang dilakukan dan Jokowi hanya meneruskan saja.

Perizinan investasi yang disebut selesai 3 jam adalah isapan jempol yang cuma besar di mulut tapi nihil realisasi faktual. Tidak ada perizinan yang selesai dalam 3 jam. Bikin SIM saja butuh waktu berjam-jam apalagi izin investasi. Kalau mau berbohong, hendaknya sedikit masuk akal supaya tidak terlihat bahwa memang tidak paham substansi masalah.

Salah satu yang paling lucu adalah klaim membayar hutang sebesar Rp293 Triliun warisan SBY. Ini benar-benar penyesatan kebenaran. Setiap tahun APBN kita wajib membayar pokok hutang dan bunganya senilai ratusan trilliun. Jadi itu bukan prestasi karena wajib dibayar. Justru fakta sesungguhnya adalah SBY melunasi hutang di IMF namun sekarang Jokowi kembali berhutang secara ugal-ugalan hingga hutang negara meningkat cukup tajam. Jangan menipu kebenaran logika masyarakat hanya untuk kepentingan pencitraan. Tidak baik untuk masa depan bangsa.

Keenam, tentang Freeport. Jokowi disebutkan menghentikan dan tidak lagi memperpanjang Kontrak Freeport di Papua. Ini salah satu bentuk penipuan informasi publik yang sangat memalukan. Kontrak Freeport saat ini masih terus berlangsung bahkan kami meyakini akan diperpanjang pasca-2021, kontrak karya ke-2 Freeport berakhir. Negosiasi saat ini justru kental dengan aroma perpanjangan kontrak bukan penghentian perpanjangan kontrak. Dan di era Jokowi jugalah izin ekspor konsentrat meningkat tajam diberikan hingga 1,4 juta MT (Metrik Ton) setelah sebelumnya di era SBY hanya diberikan 500an ribu MT.

Siapa yang pecundang sesungguhnya? Yang berikan izin lebih kecil atau yang berikan izin lebih besar? Silakan jawab sendiri dengan persepsi masing-masing. Bebas interpretasi sesuai nurani masing masing.

Semoga Presiden Jokowi tidak berupaya menghapus jejak sejarah dalam pembangunan bangsa ini, karena semua ini adalah kerja berkesinambungan para pemimpin bangsa.

Janganlah bentuk opini seolah bangsa Indonesia baru ada dan baru bekerja setelah Jokowi jadi Presiden. Tidaklah elok menghilangkan jejak sejarah pembangunan bangsa. Hentikan klaim-klaim sepihak yang justru berpotensi mempermalukan diri sendiri.

Kira-kira proyek yang dimulai di era Jokowi yang sudah selesai yang mana ya? Ada yang tahu?

Jakarta, 26 Mei 2017
Ferdinand Hutahaean
(Komunikator Politik Partai Demokrat)

Di Belakang Jokowi Ada Jenderal-Jenderal Dalang Kerusuhan Mei 1998

Pembicaraan di rumah Fahmi Idris, tokoh senior Golkar yang kemarin menyeberang ke kubu Jokowi-JK demi melawan Prabowo adalah bukti paling kuat yang menghubungkan Benny Moerdani dengan berbagai kerusuhan massa yang sangat marak menjelang akhir Orde Baru karena terbukti terbukanya niat Benny menjatuhkan Soeharto melalui gerakan massa yang berpotensi mengejar orang Cina dan orang Kristen.

Kesaksian Salim Said ini merupakan titik tolak paling penting guna membongkar berbagai kerusuhan yang tidak terungkap seperti Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan 13-14 Mei 1998, yang akan saya bongkar di bawah ini.

Bersama Presiden Soeharto, Benny adalah Penasihat YPPI yang didirikan oleh para mantan tokoh demonstrasi 1966 dengan dukungan Ali Moertopo. Hadir di rumah Fahmi [Idris] pada malam itu para pemimpin demonstrasi 1966 seperti Cosmas Batubara, dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Suryadi [Ketua PDI yang menyerang Kubu Pro Mega tanggal 27 Juli 1996]; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan sejumlah tokoh. Topik pembicaraan, situasi politik waktu itu…

Moerdani berbicara mengenai Soeharto yang menurut Menhankam itu, ‘Sudah tua, bahkan sudah pikun, sehingga tidak bisa lagi mengambil keputusan yang baik. Karena itu sudah waktunya diganti’…Benny kemudian berbicara mengenai gerakan massa sebagai jalan untuk menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi, ‘Kalau menggunakan massa, yang pertama dikejar adalah orang Cina dan kemudian kemudian gereja.‘ “

- Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, serangkaian kesaksian, Penerbit Mizan, halaman 316

A. Peristiwa 27 Juli 1996 Adalah Politik Dizalimi Paling Keji Sepanjang Sejarah Indonesia

Selanjutnya bila kita hubungkan kesaksian Salim Said di atas dengan kesaksian RO Tambunan bahwa dua hari sebelum kejadian Megawati sudah mengetahui dari Benny akan terjadi serangan terhadap kantor PDI dan Catatan Rachmawati Soekarnoputri, Membongkar Hubungan Mega dan Orba sebagaimana dimuat Harian Rakyat Merdeka Rabu, 31 Juli 2002 dan Kamis, 1 Agustus 2002.

Maka kita menemukan bukti adanya persekongkolan antara Benny Moerdani yang sakit hati kepada Soeharto karena dicopot dari Pangab (kemudian menjadi menhankam, jabatan tanpa fungsi) dan Megawati untuk menaikkan seseorang dari keluarga Soekarno sebagai lawan tanding Soeharto, kebetulan saat itu hanya Megawati yang mau jadi boneka Benny Moerdani. Sedikit kutipan dari Catatan Rachmawati Soekarnoputri:

Sebelum mendekati Mega, kelompok Benny Moerdani mendekati saya [Rachmawati] terlebih dahulu. Mereka membujuk dan meminta saya tampil memimpin PDI. Permintaan orang dekat dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya tolak, bagi saya, PDI itu cuma alat hegemoni Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto tahun 1973. Coba renungkan untuk apa jadi pemimpin boneka?

Orang-orang PDI yang dekat dengan Benny Moerdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie Sihaloho pun ikut mengajak saya gabung ke PDI. Tetapi tetap saya tolak.”

Dari ketiga catatan di atas kita menemukan nama-nama yang saling terkait dalam Peristiwa 27 Juli 1996, antara lain: Benny Moerdani; Megawati Soekarnoputri; Dr. Soerjadi; Sofjan Wanandi; dan Aberson Marie Sihaloho, dan ini adalah “eureka moment” yang membongkar persekongkolan jahat karena Aberson Marie adalah orang yang pertama kali menyebar pamflet untuk regenerasi kepemimpinan Indonesia dan diganti Megawati, sehingga menimbulkan kecurigaan dari pihak Mabes ABRI.

Dr. Soerjadi adalah orang yang menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum PDI di Kongres Medan (kongres dibiayai Sofjan Wanandi dari CSIS) yang mengumpulkan massa menyerbu kantor PDI dan selama ini dianggap perpanjangan tangan Soeharto ternyata agen ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja saat itu Agum Gumelar dan AM Hendropriyono, dua murid Benny Moerdani berada di sisi Megawati atas perintah Benny Moerdani sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari CSIS dalam Memoirnya, A Shades of Grey/Membuka Tabir Orde Baru.

Semua fakta ini juga membuktikan bahwa dokumen yang ditemukan pasca ledakan di Tanah Tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang mana menyebutkan rencana revolusi dari Benny Moerdani; Megawati; CSIS dan Sofjan-Jusuf Wanandi yang membiayai gerakan PRD adalah dokumen asli dan otentik serta bukan dokumen buatan intelijen untuk mendiskriditkan PRD sebagaimana diklaim oleh Budiman Sejatmiko selama ini.

Ini menjelaskan mengapa Presiden Megawati menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli 1996 sekalipun harus mengeluarkan kalimat pahit kepada anak buahnya seperti “siapa suruh kalian mau ikut saya?” dan justru memberi jabatan sangat tinggi kepada masing-masing: SBY yang memimpin rapat penyerbuan Operasi Naga Merah; Sutiyoso yang komando lapangan penyerbuan Operasi Naga Merah; Agum Gumelar dan Hendropriyono yang pura-pura melawan koleganya.

Megawati melakukan bunuh diri bila menyelidiki kejahatannya sendiri!

Bila dihubungkan dengan grup yang berkumpul di sisi Jokowi, maka sudah jelas bahwa CSIS; PDIP; Budiman Sejatmiko, Agum Gumelar; Hendropriyono; Fahmi Idris; Megawati; Sutiyoso ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK demi menghalangi upaya Prabowo naik ke kursi presiden.

B. Kerusuhan Mei 1998, Gerakan Benny Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan Menaikkan Megawati Soekarnoputri ke Kursi Presiden.

Pernahkah anda mendengar kisah Kapten Prabowo melawan usaha kelompok Benny Moerdani dan CSIS mendeislamisasi Indonesia? Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku sejarah yang sudah membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa kepanglimaan Benny.

Saat Benny menginspeksi ruang kerja perwira bawahan, dia melihat sajadah di kursi dan bertanya “Apa ini?”. Jawab sang perwira, “Sajadah untuk shalat, Komandan.”

Benny membentak, “TNI tidak mengenal ini.”

Benny juga sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.

Hartono Mardjono sebagaimana dikutip Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa rekrutan perwira Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam, misalnya kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non Islam dan dua dari Islam.

Penelitian Salim Said juga menemukan hal yang sama bahwa para perwira yang menonjol keislamannya, misalnya mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau sering menghadiri pengajian, diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat kesempatan sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu karir militernya suram.

Silakan perhatikan siapa para perwira tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos penting pada masa Benny Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti Sintong Panjaitan; Try Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert Paruntu; AM Hendropriyono; Agum Gumelar; Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut Panjaitan; Ryamizard Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman Mantiri; Adolf Rajagukguk; Theo Syafei dan lain sebagainya akan terlihat sebuah pola tidak terbantahkan bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani berkuasa adalah non Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap “fanatik” atau berada dalam golongan “islam santri” menurut versi Benny).

Inilah yang dilawan Prabowo antara lain dengan membentuk ICMI yang sempat dilawan habis-habisan oleh kelompok Benny Moerdani namun tidak berhasil. Tidak heran kelompok status quo dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo karena Prabowo yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu.

Mengapa Benny Moerdani dan CSIS mau mendeislamisasi Indonesia?

Karena CSIS didirikan oleh agen CIA, Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis, namun setelah komunis kalah, dia membuat analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”.

Lalu, Peter Beek menyimpulkan, ABRI bisa dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka berdirilah CSIS yang dioperasikan oleh anak didiknya di Kasebul : Sofjan Wanandi, Jusuf Wanandi, Harry Tjan Silalahi ; mewakili ABRI: Ali Moertopo, dan Hoemardani (baca kesaksian George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).

Pater Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia untuk melawan komunis namun setelah komunis kalah dia membuat analisa bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”

Tidak percaya gerakan anti Prabowo di kubu Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan dengan kelompok anti Islam santri yang dihancurkan Prabowo?

Silakan perhatikan satu per satu nama-nama yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard Ryacudu (menantu mantan wapres Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila Presiden Soeharto mangkat).

Ada Agum Gumelar-Hendropriyono (dua « malaikat » pelindung/bodyguard Megawati yang disuruh Benny Moerdani); ada Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris (rumahnya adalah lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 pertama kali dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut Panjaitan; ada Sutiyoso; ada Wiranto dan masih banyak lagi yang lain.

Lho, Wiranto anak buah Benny Moerdani? Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi mencatat bahwa Wiranto menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah dilantik sebagai KSAD pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai berikut:

Jadi, kau harus tetap di situ sebab kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan berbuat salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto jika dia tahu.

(Salim Said, halaman 320)

Tentu saja Wiranto membantah dia memiliki hubungan dekat dengan Benny Moerdani, namun kita memiliki cara membuktikan kebohongannya. Pertama, dalam Memoirnya, Jusuf Wanandi menceritakan bahwa pasca jatuhnya Soeharto, Wiranto menerima dari Benny Moerdani daftar nama beberapa perwira yang dinilai sebagai “ABRI Hijau”, dan dalam sebulan semua orang dalam daftar nama tersebut sudah disingkirkan Wiranto.

Ketika dikonfrontir mengenai hal ini, Wiranto mengatakan cerita “daftar nama” adalah bohong. Namun bila kita melihat catatan penting masa setelah Soeharto jatuh maka kita bisa melihat bahwa memang terjadi banyak perwira “hijau” di masa Wiranto yang waktu itu dimutasi dan hal ini sempat menuai protes.

Fakta bahwa Wiranto adalah satu-satunya orang Benny Moerdani yang masih tersisa di sekitar Soeharto menjawab sekali untuk selamanya mengapa Wiranto menjatuhkan semua kesalahan terkait Operasi Setan Gundul kepada Prabowo; mengatakan kepada BJ Habibie bahwa Prabowo mau melakukan kudeta sehingga Prabowo dicopot; dan menceritakan kepada mertua Prabowo, Soeharto bahwa Prabowo dan BJ Habibie bekerja sama menjatuhkan Soeharto, sehingga Prabowo diusir dan dipaksa bercerai dengan Titiek Soeharto. Hal ini sebab Wiranto adalah eksekutor dari rencana Benny Moerdani menjatuhkan karir dan menistakan Prabowo.

Membicarakan “kebejatan” Prabowo tentu tidak lengkap tanpa mengungkit Kerusuhan Mei 1998 yang ditudingkan pada dirinya padahal saat itu jelas-jelas Wiranto sebagai Panglima ABRI pergi ke Malang membawa semua kepala staf angkatan darat, laut dan udara serta menolak permintaan Prabowo untuk mengerahkan pasukan demi mengusir perusuh.

Berdasarkan temuan fakta di atas, bahwa Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto melalui kerusuhan rasial, dan Wiranto adalah satu-satunya orang Benny di lingkar dalam Soeharto, maka sangat patut diduga Wiranto memang sengaja melarang pasukan keluar dari barak menghalangi kerusuhan sampai marinir berinisiatif keluar kandang.

Selain itu tiga fakta yang menguatkan kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di belakang Kerusuhan Mei 98 adalah sebagai berikut:

1. Menjatuhkan lawan menggunakan “gerakan massa” adalah keahlian Ali Moertopo (guru Benny Moerdani) dan CSIS sejak Peristiwa Malari di mana malari meletus karena provokasi Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat kesaksian Jenderal Soemitro yang dicatat oleh Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan Sinar Harapan).

2. Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98 penggerak lapangan adalah orang berkarakter militer dan sangat cekatan dalam memprovokasi warga menjarah dan membakar. Ini jelas ciri-ciri orang yang terlatih sebagai intelijen, dan baik Wiranto maupun Prabowo adalah perwira lapangan tipe komando bukan tipe intelijen, dan saat itu hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan menggerakan kerusuhan skala besar karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang dibangun Ali Moertopo (mengenai jaringan yang dibangun Ali Moertopo bisa dibaca di buku Rahasia-Rahasia Ali Moertopo terbitan Tempo-Gramedia).

Lagipula saat kejadian terbukti Benny Moerdani sedang rapat di Bogor dan ada laporan intelijen bahwa orang lapangan saat kerusuhan 27 Juli 1996 dan Mei 98 dilatih di Bogor!

3. Alasan Megawati setuju menjadi alat Benny Moerdani padahal saat itu keluarga Soekarno sudah sepakat tidak terjun ke politik dan alasan Benny Moerdani begitu menyayangi Megawati mungkin adalah karena mereka sebenarnya pernah menjadi calon suami istri dan Soekarno sendiri pernah melamar Benny, pahlawan Palangan Irian Jaya itu untuk Megawati, namun kemudian Benny memilih Hartini wanita yang menjadi istrinya sampai Benny meninggal (Salim Said, halaman 329).

Berdasarkan semua fakta dan uraian di atas maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa alasan Kelompok Benny Moerdani, dalang Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 ada di belakang Jokowi-JK dengan mengorbankan keutuhan partai masing-masing (PDIP, Hanura, Golkar) untuk melawan Prabowo adalah dendam kesumat yang belum terpuaskan sebab Prabowo menjadi penghalang utama mereka ketika mencoba mendeislamisasi Indonesia.

Revolusi Mental adalah Manifesto Komunis

Revolusi Mental adalah Manifesto Komunis

Istilah REVOLUSI MENTAL pertama kali dipopulerkan oleh Bapak Sosialis-Komunis Dunia yang bernama KARL MARX, dimana pemikirannya sangat banyak dipengaruhi oleh Filosofis Atheis, Young Hegelian yang sangat terkenal di Berlin. Bahkan KARL MARX muda waktu itu aktif di perkumpulan Pemuda Hegelian yang merupakan kelompok Ekstrim kiri anti Agama yang beranggotakan para Dosen Muda dan pemuda ekstrim kiri.

istilah REVOLUSI MENTAL ini dibuat untuk program Cuci Otak dalam pengembangan faham Sosialis-Komunis di kawasan Eropa yang kapitalis, karena Agama yang dogmatis dianggap sebagai penghambat dalam pengembangan faham Komunis.

Istilah REVOLUSI MENTAL juga dipakai oleh pendiri Partai Komunis China yang bernama CHEN DUXIU bersama temannya yang bernama LI DAZHAO sebagai doktrin dan cuci otak kepada para Buruh dan Petani dalam menentang kakaisaran China.

Di Indonesia istilah REVOLUSI MENTAL ini mulai dipakai oleh seorang pemuda asal Belitung yang bernama AHMAD AIDIT anak dari ABDULLAH AIDIT dan kemudian mengganti namanya menjadi DIPA NUSANTARA AIDIT (DN AIDIT) dan ketika ayahnya bertanya kenapa namamu diganti?

AIDIT menjawab saatnya “REVOLUSI MENTAL” dimulai dengan mengganti hal-hal yang akan menghambat pergerakan, termasuk nama AHMAD yang berbau Agama harus dibuang.

Setelah DN AIDIT terpilih jadi ketua PKI, Aidit sukses menerapkan istilah REVOLUSI MENTAL kepada para Kader PKI, dan ormas2 PKI lainnya seperti PEMUDA RAKYAT, BARISAN TANI INDONESIA, GERWANI, SOBSI DAN LEKRA yang dianggap sebagai simbol perlawanan kepada kaum Feodalis.

Mengenal CSIS, Lembaga Pencipta Sosok Jokowi

"But, maybe Benny's biggest nemesis was Soeharto son-in-law, Prabowo Subianto."
(Jusuf Wanandi, Shades of Grey, hal. 240)

"Saya menganggap lawan utama Benny adalah Prabowo Subianto, menantu Presiden Soeharto."
(Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru, hal. 327)

Dari hasil debat kemarin rakyat Indonesia bisa menyaksikan bahwa Jusuf Kalla adalah pihak yang mendominasi dan menguasai materi debat sedangkan Jokowi tampak seperti anak kecil yang dalam setiap ada kesulitan selalu mencari perlindungan ke orang tuanya. Sudah sah dan meyakinkan bahwa Jokowi adalah boneka, tapi boneka siapa? Melihat komposisi pendukung Jokowi rata-rata pendukung Benny Moerdani seperti Luhut Panjaitan; AM Hendropriyono, Fahmi Idris, Tempo, The Jakarta Post, dll maka tidak ada kesangsian bahwa Jokowi adalah produk CSIS, yang mana ketika masih hidup, Benny Moerdani adalah anggotanya.

Siapa CSIS dan bagaimana sepak terjangnya sudah sering dibahas mulai dari awal pembentukan sampai tersingkir dari Orde Baru sampai ketahuan berniat melakukan revolusi untuk menjatuhkan Presiden Soeharto. Tulisan ini membahas sedikit mengenai organisasi rahasia di belakang Jokowi ini.

Embrio CSIS adalah KAP-Gestapu (Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September) yang melawan PKI pasca G30S/PKI, dan menariknya dalam salah satu dokumen CIA yang berstatus declassified atau dikeluarkan dari status rahasia sehingga bisa diakses publik diketahui bahwa CIA menyalurkan dana sebesar Rp. 50 juta kepada KAP-Gestapu sebagai dana perang melawan PKI. Uang sebesar Rp. 50 juta untuk ukuran sekarang tentu tidak berarti banyak namun untuk ukuran zaman itu sangat besar, sebagai perbandingan, uang pensiun Bung Hatta sebagai wakil presiden saja perbulannya hanya Rp. 115.000,00/bulan.

Yang menarik bukan hanya jumlahnya yang besar, tetapi juga alasan CIA menyalurkan dana perang kepada KAP-Gestapu dan bukan kepada TNI yang juga berjuang melawan PKI, melalui Pangkostrad Mayjend Soeharto misalnya. 

Kita baru mengerti alasannya ketika mengetahui bahwa pemimpin KAP-Gestapu yaitu Sofjan Wanandi; Jusuf Wanandi; Harry Tjan Silalahi adalah murid Pater Beek, agen CIA di Indonesia yang menerima tugas untuk mempersiapkan kelompok perlawanan terhadap komunis. Selanjutnyanya sejarah mencatat anak-anak KAP-Gestapu berkenalan dengan intel paling unik di Indonesia, Ali Moertopo.

Setelah PKI dikalahkan, anak-anak Kap-Gestapu tersebut bersama Ali Moertopo dan Soedjono Hoermardani membentuk lembaga pemikir (think-tank) yang sekarang dikenal dengan singkatannya saja, CSIS. Pendirian CSIS tentu tidak lepas dari tangan Pater Beek namun untuk alasan yang dapat dimengerti nama Pater Beek tidak pernah muncul secara resmi sampai mantan muridnya, George Junus Aditjondro membuka rahasia keterlibatan agen CIA dalam pendirian CSIS.

Dalam perjalanannya nama CSIS sering dicatat berdekatan dengan berbagai kerusuhan dan vandalisme negeri ini, misalnya massa tidak dikenal yang menunggangi aksi mahasiswa pada 15 Januari 1974 adalah massa Guppi yang dilatih oleh Ali Moertopo di gedung CSIS dengan tujuan mendiskreditkan saingannya, Jenderal Soemitro. Ketika dikonfrontir tentu CSIS membantah mereka terlibat Malari 1974 dan sampai saat ini kubu CSIS dan Jenderal Soemitro terus saling tuding tentang siapa yang bersalah dalam Malari.

Sebagaimana dikutip dari Majalah Gatra edisi 31 Januari 1998 sekali lagi tudingan CSIS terlibat tindak teror dan intimidasi terjadi kembali tepat 24 tahun plus 3 hari setelah Malari atau tanggal 18 Januari 1998 ketika terjadi ada bom yang salah rakit meledak di Tanah Abang Jakarta, dan penyisiran oleh aparat keamanan di lokasi menemukan dua dokumen yang kembali mengkaitkan personil CSIS dengan teror-teror bom yang melanda Jakarta saat itu, yaitu berupa email dan dokumen notulen rapat di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998.

Bunyi email tersebut adalah sebagai berikut:
"Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima, sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex [Widya Siregar] bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana, di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Jusuf Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya."

Sedangkan dokumen notulen berisi pertemuan orang-orang yang mengaku sebagai “kelompok pro demokrasi” yang berlangsung di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 yang dihadiri oleh 19 aktivis mewakili 9 organisasi terdiri dari kelompok senior dan kelompok junior yang merencanakan revolusi di Indonesia. Adapun yang dimaksud sebagai kelompok senior adalah:

Pertama, CSIS yang bertugas membuat analisis dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.
Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh Benny Moerdani.
Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.
Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi dan Yusuf Wanandi.

Sebagaimana dicatat oleh Bill Tarrant dalam bukunya Reporting Indonesia dan Jusuf Wanandi dalam buku Shades of Grey, karena penemuan dokumen tersebut Jusuf dan Sofjan Wanandi sempat dipanggil oleh Zacky Anwar Makarim di Gunung Sindur dan di sana Jusuf Wanandi menyatakan bahwa ketika diintrogasi petugas dia menantang bahwa karena dialah Soeharto bisa menjadi presiden kemudian bercerita bagaimana Soeharto menjadi presiden karena dirinya dan kawan-kawannya (Lihat Shades of Grey halaman 274-275).

Salah satu pembelaan diri Jusuf Wanandi terkait dokumen Tanah Tinggi tersebut adalah "seseorang" menaruh dokumen dan email untuk memfitnah mereka.

Baru-baru ini Jusuf Wanandi menerbitkan buku otobiografi yang ditulisnya sendiri dalam bahasa Inggris dan terbitan Equinox, tapi ada juga edisi bahasa Indonesia terbitan Kompas. Buku tersebut memuat beberapa cerita tentang Prabowo Subianto dan sebagaimana umumnya tulisan orang yang dekat dengan Benny Moerdani, maka Jusuf Wanandi juga menulis tentang Prabowo secara sangat negatif, seolah tidak ada baiknya, seolah semuanya buruk. Inti tulisan klik Benny Moerdani memiliki satu tema pokok yaitu: Prabowo bukan manusia, melainkan setan iblis dedemit jahanam berkulit manusia.

Majalah Media Dakwah edisi Februari 1998 yang memberitakan buka puasa bersama tanggal 23 Januari 1998 di Markas Komando Kopassus Cijantung yang dihadiri ribuan Umat Muslim dan berbagai tokoh lintas kalangan, antara lain: Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Ketua MUI KH. Hasan Basri, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Dr Anwar Haryono SH, Ketua BKSPPI KH Cholil Ridwan, Ketua Dewan Pimpinan KISDI KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Sekretaris Umum Muhammadiyah Dr Watik Pratiknya, Sekretaris Umum Dewan Dakwah Hussein Umar, Ir. AM Luthfie (Forum Ukhuwah Islamiyah), Pengurus PBNU Dr Said Agil Munawwar, KH Ma'ruf Amin, Pangdam Tanjungpura Mayjen Muchdi Pr, Kasdam Jaya Brigjen Sudi Silalahi, Kaskostrad Mayjen TNI Ismet Yuzairi, Mayjen TNI Cholid Ghozali, KH Asep Mausul (Tasikmalaya), KH Abdul Wahid Sahari (Pandeglang), KH Shihabudin (Kotabumi Lampung), Wapemred Majalah Ummat M Syafii Anwar dan Redpel Media Indonesia Bambang Harymurti, Ketua SPSI Bomer Pasaribu, MSc, Dr Laode Kamaluddin, Dr Din Syamsuddin, Dr Jimly Ashiddiqie, Dr Didin Damanhuri, Chairul Umam dan H Rhoma Irama mewakili kalangan seniman.

Bila dilihat dari daftar nama yang hadir, sebenarnya acara di atas biasa saja, sama seperti acara buka bersama yang sering dilakukan beberapa tahun terakhir di Indonesia, tapi memang saat itu peristiwa ini sangat menggemparkan sebab untuk pertama kalinya Kopassus yang sempat dianggap menyeramkan oleh Umat Islam membuka pintu markasnya dan menunjukan sisi kemanusiawian mereka. Mau tahu bagaimana Jusuf Wanandi menggambarkan peristiwa ini?

"...I was thinking, this could go horribly wrong, because you don't know, once you started using preman, what they would do next. And of course that is exactly what happened two years later, when Prabowo used extrimists to oppose the students. At that time, he had a buka puasa (breaking of the fast) at his place, while he was still commander of Kopassus. Up to 3.000 people came, all of them from the extreme right."
(Jusuf Wanandi, Shades of Grey hal. 272)

"...Saya merasa situasi ini akan berkembang lebih buruk karena dengan menggunakan preman, tak terbayang apa lagi yang dapat mereka perbuat. Kekhawatiran saya menjadi kenyataan dua tahun kemudian ketika Prabowo mengerahkan kelompok ekstrimis untuk menghadapi mahasiswa. Ketika itu, sebagai Komandan Kopassus, ia [Prabowo] mengadakan acara buka puasa di rumahnya yang dihadiri oleh hampir 3.000 orang yang terdiri dari kelompok garis keras kanan."
(Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru, hal. 376)

Wow, mengerikan sekali acara buka puasa yang diadakan Prabowo bila membaca bagaimana Jusuf Wanandi memakai istilah "preman", "ekstrimis" dan "kelompok garis keras kanan" dalam satu paragraf untuk menggambarkan acara buka puasa di Markas Komandan Kopassus tersebut, trifecta! Dengan kata lain Prabowo mengadakan acara buka puasa dengan preman, ekstrimis, kelompok garis keras kanan, di markas Kopassus yang terkenal sebagai pasukan "penculik aktivis" lagi! Siapa tidak ngeri?

Namun begitu, bila kita mencermati nama-nama yang hadir di acara tersebut, rasanya aneh apabila Sjafrie Sjamsoeddin, KH. Hasan Basri, Dr Said Agil Munawwar, KH Ma'ruf Amin, Sudi Silalahi, Bambang Harymurti, Bomer Pasaribu, MSc, Dr Laode Kamaluddin, Dr Din Syamsuddin, Dr Jimly Ashiddiqie, dan H Rhoma Irama dikategorikan sebagai preman, ekstrimis dan kelompok garis keras kanan sesuai deskripsi Jusuf Wanandi bahwa: "all of them from the extreme right" dan "yang terdiri dari kelompok garis keras kanan," berarti tanpa terkecuali, semua yang hadir di acara Prabowo adalah ekstrimis sayap kanan.

Sekali lagi tanggapan sinis penuh kebencian dari teman-teman Benny Moerdani terhadap apapun yang dilakukan oleh Prabowo sangat wajar karena Prabowo adalah lawan utama Benny Moerdani, tentu Jusuf Wanandi wajib membela teman baiknya. Kendati demikian apa yang ditulis Jusuf Wanandi tentang acara buka puasa yang diadakan Prabowo tentu terhitung fitnah, sebab menceritakan hal yang tidak pernah ada seolah-olah menjadi ada secara negatif dengan tujuan menghantam, mendiskriditkan dan mencemarkan nama baik yang menjadi objek cerita, dalam hal ini Prabowo.

Ternyata Jusuf Wanandi memiliki kemampuan untuk berdusta dengan wajah tetap lurus dan tanpa merasa berdosa. Pertanyaannya tentu bila Jusuf Wanandi bisa berbohong sekedar untuk mendiskreditkan Prabowo dengan sikap memusuhi, maka kebohongan macam apalagi yang pernah dilakukan Jusuf Wanandi dan teman-temannya di CSIS? Mengenai tidak terlibat dalam Malari'74? Atau tidak terlibat dalam gerakan revolusi 1998? Atau tidak ada hubungan dengan capres boneka bernama Joko Widodo?

Mengapa CSIS dan kelompok Benny Moerdani menciptakan capres boneka bernama Joko Widodo? Karena mereka semua masih mendendam atas tindakan Prabowo yang menghalangi usaha mereka untuk mengurangi pengaruh Islam atau melakukan proses deislamisasi di Indonesia, sehingga sekarang mereka berupaya menghalangi keinginan Prabowo menjadi presiden sekalipun harus mengorbankan Indonesia dengan menempatkan capres tipe "ndak mikir" seperti Jokowi.

Janji Jokowi

Ketika berkampanye waktu Pilpres 2014, banyak janji telah keluar dari mulut Jokowi. Di bawah ini adalah janji-janji yang sempat dicatat. Jika Jokowi ternyata bohong, maka dia tidak layak lagi diangap pemimpin, bahkan MUI telah memfatwakan haram mengikuti pimpinan yang ingkar janji:

1. Janji Jokowi-JK Besarkan Pertamina Kalahkan Petronas dalam 5 Tahun

2. Jokowi Janjikan Bangun 50 Ribu Puskesmas

3. Swasembada Pangan

4. Membuat Bank Tani untuk Mengurangi Impor Pangan

5. Jokowi Janji akan Tetap Blusukan bila Jadi Presiden

6. Jokowi Janji Benahi Kawasan Masjid Agung Banten

7. Jokowi Janji Cetak 10 Juta Lapangan Kerja Jika Jadi Presiden

8. Jokowi Janji Buka 3 Juta Lahan Pertanian

 9. Jokowi Janji Batasi Bank Asing

10. Berjanji Membangun Tol Laut dari Aceh hingga Papua

11. Jokowi Janji Beri Berapapun Anggaran Pendidikan

12. Berjanji untuk Mengurangi Impor Pestisida dan Bibit Pertanian

13. Jokowi Janji Hapus Ujian Nasional

14. Membangun E-government, E-budgeting, E-procurement, E-catalog, E-audit Kurang dari 2 Minggu

15. Terbitkan Perpres Pemberantasan Korupsi

16. Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

17. Meningkatkan Pembangunan Infrastruktur seperti, Pelabuhan, Bandara, di wilayah Indonesia Bagian Timur

18. Dana Rp 1,4 Miliar per Desa Setiap Tahun

19. Kepemilikan Tanah Pertanian untuk 4,5 juta Kepala Keluarga dan Perbaikan Irigasi di 3 juta Hektar Sawah

20. Membangun 100 Sentra Perikanan yang dilengkapi Lemari Berpendingin

21. Membentuk Bank Khusus Nelayan

22. Menggunakan Pesawat Tanpa Awak untuk meng-Cover wilayah lndonesia

23. Meningkatkan Pemberian Beasiswa

24. Mengalihkan Penggunaan BBM ke Gas dalam waktu 3 Tahun

25. Jokowi Janji ‘Sulap’ KJS-KJP Jadi Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar

26. Tidak bagi-bagi Kursi Menteri ke Partai Pendukungnya

 27. Jokowi Janji Tak Berada di bawah Bayang Megawati

28. Membenahi Jakarta dengan mengatakan, “Jika jadi presiden saya lebih mudah benahi Jakarta” (macet, banjir, dll)

 29. Mendukung kemerdekaan dan mendirikan KBRI di Palestina

30. Tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional

31. Mudah ditemui oleh warga Papua

32. Menurunkan harga sembako, meningkatkan kualitas dan kuantitas program raskin

33. Menghentikan sistem tenaga kontrak atau outsourcing

34. Menghapus subsidi BBM

35. Meningkatkan profesionalisme, menaikkan gaji dan kesejahteraan PNS, TNI dan Polri

36.Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga prasejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi diatas 7%

37. Perbaikan 5.000 pasar tradisional dan membangun pusat pelelangan, penyimpanan dan pengolahan ikan

38.Membantu meningkatkan mutu pendidikan pesantren untuk kualitas pendidikan nasional & kesejahteraan guru pesantren sebagai bagian komponen pendidikan bangsa

 39. Akan berbicara terkait kasus BLBI

40. Memperkuat KPK (meningkatkan anggarannya 10x lipat, menambah jumlah penyidik, regulasi)

41. Menghentikan impor daging

42. Menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor pertanian, perikanan, dan manufaktur

43. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, irigasi, dan pelabuhan

44. Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan

45. Meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembenahan tenaga pengajar yang punya kemampuan merata di seluruh Nusantara

46. Jokowi Pilih Mendikbud dari PGRI Jika Jadi Presiden

47. Memberikan gaji besar bagi para ahli asal Indonesia

48. Menaikkan gaji guru

49. Sekolah gratis

50. Menangani kabut asap di Riau

51. Membeli kembali Indosat

52. Membangun industri maritim

53. Menyederhanakan regulasi perikanan

54. Mempermudah nelayan mendapatkan Solar sebagai bahan bakar kapal dengan mendirikan SPBU khusus

 55. Membuktikan janji-janji dalam visi-misi

56. Menyejahterakan kehidupan petani

57. Mengelola persediaan pupuk dan menjaga harga tetap murah

58. Membangun 25 buah bendungan dan banyak irigasi

59. Menyusun kabinet yang ramping dan diisi oleh profesional

60. Menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lalu

61. Menjadikan perangkat desa jadi PNS secara bertahap

62. Meningkatkan Industri Kreatif sebagai salah satu Kunci Kesejahteraan Masyarakat

63. Cuma satu dua jam saja di kantor, selebihnya bertemu rakyat

64.Jokawi Janji Internet Cepat

65. Menyelesaikan masalah korban lumpur Lapindo

66. Mengusut kasus penculikan aktivis pada 1998

10 Keberhasilan Jokowi Menurut BPS (Badan Pusat Statistik)

Bangsa Indonesia tidak perlu mengeluh, Presiden Jokowi dan rekan-rekannya, baik yang menjabat sebagi menteri, direksi dan komisaris BUMN, hingga seluruh pejabat eselon I dan II yang hasil lelang, dan jabatan lainnya, telah dengan maksimal menggunakan kekuasaan mereka sehingga menghasilkan:


1. Berhasil menaikkan harga khususnya kebutuhan pokok 

Hal ini ditandai dengan Inflasi Pada Mei 2015 terjadi inflasi sebesar 0,50 persen. Inflasi tahun kalender 2015 sebesar 0,42 persen dan tingkat inflasi Mei 2015 terhadap Mei 2014 (tahun ke tahun) sebesar 7,15 persen.


2. Berhasil mendorong harga pangan naik tinggi 

Harga cabai merah naik 22,22 persen; telur ayam ras naik 6,13 persen; daging ayam ras naik 5,09 persen; gula pasir naik 2,63 persen; cabai rawit naik 4,36 persen dan ikan kembung naik 1,28 persen.


3. Berhasil membuat pertumbuhan ekonomi semakin merosot

Ekonomi Indonesia triwulan I-2015 terhadap triwulan I-2014 (y-on-y) tumbuh 4,71 persen melambat dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,14 persen. Ekonomi Indonesia triwulan I-2015 dibanding triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 0,18 persen (q-to-q).


4. Berhasil membuat Perdagangan Indonesia merosot

Yakni ekspor turun dan impor meningkat. Nilai ekspor April 2015 sebesar US$13,08 miliar, turun 4,04 persen jika dibanding ekspor Maret 2015 dan turun 8,46 persen dibanding ekspor April 2014. Sedangkan Impor meningkat Nilai impor April 2015 sebesar US$12,63 miliar, naik 0,16 persen disbanding impor Maret 2015 dan turun 22,31 persen jika dibanding impor April 2014.


5. Berhasil membuat Nilai riil pendapatan masyarakat terus merosot 

Hal ini terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP), Inflasi Pedesaan dan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP). NTP Mei 2015 turun 0,12 persen dibanding April 2015. Pada Mei 2015, terjadi inflasi perdesaan tinggi sebesar 0,60 persen.


6. Berhasil membuat kondisi bisnis ambruk 

Kondisi bisnis triwulan I-2015 menurun dari triwulan sebelumnya (nilai ITB sebesar 96,30). Tingkat optimisme pelaku bisnis lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2014 (nilai ITB sebesar 104,07).


7. Berhasil membuat Industri merosot

Pertumbuhan produksi industri pengolahan/manufaktur besar dan sedang (IBS) triwulan I-2015 mengalami penurunan 0,71 persen dari triwulan IV-2014 (q-to-q).


8. Berhasil membuat sektor perhotelan merosot

Sementara itu, rata-rata TPK hotel berbintang selama Januari-April 2015 tercatat sebesar 48,78 persen, turun 0,96 poin dibandingan rata-rata TPK pada periode yang sama tahun 2014.


9. Berhasil membuat penumpang kereta Api turun

Jumlah penumpang kereta api April 2015 turun 2,57 persen dibandingkan bulan sebelumnya akibat kenaikan tarif.


10. Berhasil membuat nilai tukar rupiah ambruk 

Perkembangan Nilai Tukar Eceran Rupiah April 2015 yakni Rupiah terapresiasi 0,23 persen terhadap dolar Amerika. Rupiah terdepresiasi 1,72 persen terhadap dolar Australia. Rupiah terdepresiasi 0,33 persen terhadap yen Jepang. Rupiah terdepresiasi 0,52 persen terhadap euro.


10 Keberhasilan itu berdasar data-data dari BPS

Sebagai kesimpulan, mari berbahagia menerima apa adanya presiden Jokowi dan kawan kawannya baik yang berbisnis listrik, berbisnis migas, berbisnis jual BUMN, dan berbisnis berbagai kebutuhan pokok. Kita doakan semoga mereka semua tambah untung dan semakin kaya raya.

Jacob Soetoyo



Tentu banyak yang terperangah ketika Jacob Soetoyo bisa mempertemukan beberapa duta besar negara-negara ‘hiu’ dengan Jokowi dan Megawati. Siapa sebenarnya Jacob Soetoyo?

Jacob memang lebih dikenal sebagai pengusaha. Tapi, dalam konteks menjadi fasilitator pertemuan Jokowi-Mega dengan para duta besar tersebut, tentu kapasitasnya sebagai bagian dari CSIS [Centre for Strategic and International Studies]. Sudah banyak yang tahu bahwa CSIS merupakan lembaga pemikir Orde Baru yang memberikan masukan strategi ekonomi dan politik pada Soeharto. Tapi, yang belum banyak diketahaui adalah hubungan CSIS dengan organisasi fundamentalis Katolik bernama Kasebul [kaderisasi sebulan] yang didirikan oleh Pater Beek, SJ. Tentang apa dan bagaimana Kasebul itu, silakan baca tulisan saya di sini: http://tikusmerah.com/?p=1056

Pada awalnya, Kasebul didirikan untuk memerangi komunisme. Setelah komunisme [PKI] dihancurkan oleh Soeharto, tujuan Kasebul beralih melawan dominasi Islam. Pater Beek, seorang rohoniawan Jesuit kelahiran Belanda, melihat bahwa setelah komunis tumpas ada lesser evil [setan kecil], yaitu: Islam. Untuk menghancurkan setan kecil tersebut, Pater Beek menganjurkan kaum fundamentalis Katolik dalam Kasebul bekerjasama sama dengan Angkatan Darat.

Selain itu, guna menghadapi ancaman Islam perlu dibentuk lembaga pemikir yang bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Maka kemudian dibentuklah CSIS. Pater Beek mempunyai pemikiran sebagaimana diungkapkan Ricard Tanter:

“Visi [Pater] Beek pibadi atas peran Gereja, Gereja harus berperan dalam mengatur negara kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui negara.”

Atas visi tersebut maka tugas dibebankan pada CSIS. Lembaga ini menurut Daniel Dhakidae merupakan penggabungan antara politisi dan cendekiawan Katolik dengan Angkatan Darat. Lembaga inilah yang kemudian memasok dan menjaga agar Orde Baru menerapkan negara organik versi gereja pra konsili Vatikan II.

Siapa sosok yang berperan dalam pendirian CSIS? Sosok tersebut adalah Ali Moertopo. Selama ini dikenal sebagai kepercayaan Soeharto, tapi kedekatannya dengan Pater Beek belum banyak terungkap  Ali pertamakali bekerjasama dengan Pater Beek dalam operasi pembebasan Irian Barat. Berdasarkan catatan Ken Comboy, saat itu tugas Ali sebagai perwira intelijen. Pada saat yang bersamaan, Pater Beek juga berada di Irian Barat. Ia menyamar sebagai guru. Tugas sebenarnya dari Pater Beek adalah menjaga agar proses pembebasan Irian Barat tetap menguntungkan kepentingan Amerika. Tugas ini berhasil. Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini Freeport masih menguasai tambang emas di Papua.

Setelah CSIS berhasil dibentuk oleh Ali Moertopo, tugas pelaksa harian diserahkan pada 3 kader Kasebul: Jusuf dan Sofian Wanandi serta Harry Tjan Silalahi. Menurut Mujiburrahman, Jusuf dan Sofian Wanandi merupakan kader utama Kasebul yang dididik Pater Beek. Sewaktu mahasiswa dan pergolakan politik tahun 1965, keduanya menjadi bagian penting dari PMKRI [Pergerakan Mahasiswa Katolik Indonesia]. Sedangkan Harry Tjan Silalahi kader Kasebul yang ditempatkan di Partai Katolik sebagai sekretaris jenderal. Tiga orang inilah yang hingga sekarang menahkodai CSIS. Lewat lembaga inilah kebijakan anti Islam dijalankan.

Pater Beek memang piawai dalam usaha menghancurkan Islam. Ia tidak hanya memakai orang Katolik seperti Jusuf Wanandi dan Harry Tjan untuk melakukannya, tapi juga memakai orang Islam sendiri. Ali Moertopo, misalnya, ia tumbuh dari keluarga santri, tetapi lewat CSIS dan Operasi Khususnya justru mengobok-obok Islam. Sebut nama lain seperti Daoed Joesoef. Ia seorang muslim asal Sumatera Timur, tapi berhasil digunakan oleh Pater Beek untuk membuat kebijakan yang merugikan umat Islam. Sewaktu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia melarang sekolah libur pada hari Ramadhan dan siswi yang beragama Islam dilarang menggunakan jilbab.

Bahkan tidak hanya itu. Kader Pater Beek dalam Kasebul juga dilatih menyusup dengan pindah agama menjadi Islam. Sebut saja Ajianto Dwi Nugroho. Sewaktu masih mahasiswa di Fisipol UGM ia berpacaran dengan mahasiswa IKIP Yogyakarta [sekarang UNY] yang berjilbab. Sekarang ia menikah dengan janda beranak satu yang beragama Islam. Dan, Ajianto saat ini mempunyai KTP yang mencantumkan agamanya adalah Islam. Ajianto merupakan kader Kasebul generasi baru yang masuk dalam lingkaran jasmev pada era Pilkada DKI untuk memenangkan Jokowi. Sekarang ia bergabung dalam lingkaran PartaiSocmed dengan target menjadikan Jokowi sebagai presiden. Itulah kehebatan kader-kader Kasebul dalam menjalankan misinya.

kenapa tiba-tiba Jacob Soetoyo muncul? Tentu saja ini berkaitan dengan persaingan para cukong di lingkaran Jokowi sendiri. Sudah banyak diketahui, James Riyadi telah mendukung Jokowi sejak awal. Selain dikenal sebagai pengusaha papan atas, yang belum banyak diketahui, ia adalah pemeluk fundamentalis Kristen. Ia dikenal sebagai pemeluk Kristen Evangelis. Di Amerika, aliran ini dikenal radikal dan fundamentalis. Salah satu pengikutnya adalah adalah keluarga Bush. Sikap anti Islamnya sudah mendarah daging. Ketika menjadi presiden, George W. Bush memerintahkan pasukannya untuk membantai ratusan ribu umat Islam di Afghanistan dan Irak.

Inilah yang dianggap sebagai ancaman oleh fundementalis Katolik dalam lingkaran CSIS. Apalagi James Riyadi secara atraktif lewat familinya, Taher, mendatangkan Bill Gates ke Indonesia dengan tujuan agar seolah-olah Jokowi mendapatkan dukungan dari pengusaha papan atas Amerika Serikat.

Sudah menjadi rahasia umum, walaupun sama-sama memusuhi Islam, antara fundamentalis Katolik dan fundamentalis Kristen terjadi permusuhan yang sengit [pandangan mereka yang Islamphobia tentu saja tak mewakili pandangan mayoritas umat Nasrani di Indonesia yang sebagian besar menghargai toleransi]. Melihat manuver James Riyadi yang sudah dianggap kelewatan, maka turun tangalah Jacob mewakili lingkaran CSIS. Rupanya James melupakan bahwa ada dua jaringan di Indonesia yang mempunyai hubungan kuat dengan Amerika Serikat: CSIS dan PSI [Partai Sosialis Indonesia]. Jaringan CSIS pun unjuk taring. Tidak tangung-tangung mereka mengumpulkan duta besar dari negara berpengaruh antara lain: Amerika Serikat, China dan Vatikan. Begitu kuatnya pengaruh CSIS sampai-sampai duta-duta besar tersebut mau berkumpul di rumah Jacob yang tidak dikenal sebelumnya. Saking berpengaruhnya pula, Megawati, seorang mantan Presiden RI, bersedia mengikuti skenario CSIS. Di sinilah perang di antara cukong-cukong pendukung Jokowi antara faksi James Riyadi [Kristen] dengan faksi Jacob/CSIS/kasebul [Katolik] mulai ditabuh. Mereka semua melihat bahwa Jokowi akan menang Pilpres sehingga masing-masing perlu menanamkan pengaruh sejak awal.

Manuver CSIS lewat Jakob ini tentu membuat resah kubu James Riyadi. Pasca pertemuan tersebut media dalam kendali James Riyadi mulai mengungkit-ungkit peranan CSIS sebagai lembaga yang pada era Soeharto ikut mengebiri PDI. Megawati diingatkan tentang fakta itu. Tujuan akhirnya tentu saja agar Mega dan Jokowi menjauh dari CSIS sehingga James Riyadi bisa dominan lagi. Tapi jangan sampai dilupakan bahwa kubu CSIS/Jusuf Wanandi mempunyai koran The Jakarta Post, sebuah koran berbahasa Inggris yang cukup berwibawa, yang bisa melakukan serangan balik. Kita tahu sendiri, sekali memberitakan bahwa Puan mengusir Jokowi dari rumah Megawati, peta politik di internal PDIP berubah dratis. Puan tiba-tiba hilang, Megawati seperti tak memikirkan lagi koalisi, dan Jokowi seperti anak kehilangan induk, ke sana-kemari mencari teman koalisi.

Tapi, jangan dilupakan faksi Partai Sosialis Indonesia [PSI]. Partai yang didirikan Sutan Sjahrir pada era Seokarno ini memang sudah tak ada, tapi kadernya sampai saat ini masih bergentanyangan. Tokoh-tokoh PSI seperti Goenawan Mohamad terang-terangan sudah mendukung Jokowi. Ia menggunakan jaringan-jaringan yang dimilikinya seperti Jaringan Islam Liberal [JIL], Tempo grup sampai orang-orang Kiri yang berhasil dikadernya seperti Coen Husein Pontoh dan Margiyono—dulu anggota PRD yang kemudian murtad dengan mendirikan Perhimpunan Demokratik Sosialis [PDS]; PDS ini pendiriannya tidak bisa dilepaskan dari sosok Goenawan Mohamad; pendeklarasian organisasi ini dilakukan di Teater Utan Kayu [TUK]—yang sekarang melakukan manipulasi-manipulasi terhadap ajaran Marxisme agar bisa dijadikan dalih untuk mendukung Jokowi. Semua itu satu komando untuk mendukung Jokowi.

Selain Goenawan, ada faksi PSI yang dikomandoi oleh Jakob Oetama dengan kelompok Kompas-nya. Mereka mempunyai media nasional yang sudah sejak lama telah menggoreng Jokowi lewat pemberitaan-pemberitaannya.  Sebagai sesama Katolik, Kompasgrup tentu bisa bekerjasama dengan kubu CSIS. Mereka sama-sama pernah dididik oleh Pater Beek. Bahu membahu antara keduanya tentu saja akan menghasilkan kekuatan yang besar dengan jaringan media yang sudah mengakar kuat.

Dari lingkaran PSI lainnya ada Yamin. Ia salah satu yang membidani kelahiran Seknas Jokowi. Sewaktu mahasiswa pada tahun 80-an, ia aktif di kelompok kiri Rode yang berada di Yogyakarta. Ia dekat dekat dengan tokoh PSI Yogyakarta, Imam Yudhotomo. Yamin disokong aktivis kiri era 80-an, Hilmar Farid. Ia dulu pernah terlibat dalam masa-masa pembentukan PRD. Mantan istrinya, Gusti Agung Putri Astrid, merupakan kader Kasebul yang banyak terlibat dengan aksi-aksi sosial pada era 90-an; ia sekarang menjadi caleg PDIP dari dapil Bali. Peran Hilmar adalah sebagai perumus strategi yang perlu diambil Seknas Jokowi menghadapi Pilpres.

Faksi PSI lainnya ada Fajroel Rachman. Ia dulu dikenal sebagai aktivis mahasiswa ITB.  Ia dekat dengan tokoh PSI zaman Orde Lama, Soebadio Sastrosastomo. Kelompok Fajroel ini sebetulnya yang paling lemah karena tidak mempunyai koneksi apa-apa. Makanya ia hanya bergerak di media sosial saja dengan mengandalkan jumlah follower di akun twitternya.

Di antara faksi-faksi PSI tersebut, yang mempunyai hubungan kuat dengan Amerika Serikat adalah faksi Goenawan Mohamad. Sebagaimana ditulis oleh Wijaya Herlambang, Goenawan adalah agen CIA yang sudah dipekerjakan sejak akhir era Soekarno. Begitu kuatnya hubungan Goenawan dengan Amerika bisa dilihat ketika ia kalah dalam sengketa dengan pengusaha Tomy Winata, Dubes AS turun langsung untuk “mendamaikan” kasus tersebut agar tidak berlarut-larut. Goenawan pula yang dulu ikut memuluskan langkah Boediono menjadi wakil presiden. Sebetulnya ia ingin mendorong Sri Mulyani maju, tapi partai SRI tidak lolos. Goenawan dan Sri Mulyani memang dekat. Ketika Sri Mulyani diserang Ical dalam kasus Bank Century sampai akhirnya ia mundur sebagai Menkeu, Goenawan amat marah sampai-sampai mengembalikan Bakrie Award yang pernah diterimanya.

Silahkan mengobrak-abrik semua analisa politik, tetap saja penyokong utama Jokowi ada tiga itu: fundamentalis Katolik [CSIS/Kasebul], fundamentalis Kristen [James Riyadi dkk], dan faksi PSI [Goenawan Mohamad dkk]. Nah, mengapa mereka turun bersama-sama mendukung Jokowi?

Bangkitnya Islam politik tentu saja dianggap sebagai ancaman. Sepanjang Pemilu Orde Baru, perolehan suara partai Islam dalam Pemilu 2014 adalah yang terbesar. Suara PKB, PAN, PKS, PPP dan PBB bila digabungkan mengungguli partai-partai yang lain. Tentu saja yang dianggap yang paling berbahaya adalah PKS. Sebelum Pemilu, PKS sudah dikesankan oleh berbagai lembaga survei [termasuk CSIS] tidak akan lolos ke Senayan. Senyatanya mereka masih memperoleh suara 7 persen—yang bisa jadi jumlah kursinya bisa menduduki peringkat ke empat di Senayan.

PKS dikenal dengan kader-kadernya dari kalangan kelas menengah. Kader-kader mereka selain militan juga tidak anti terhadap pendidikan Barat. Bayak kadernya yang kuliah di Amerika Serikat, Inggris dan Eropa. Walaupun berpikiran modern, mereka dikenal taat menjalankan ajaran Islam, baik yang wajib maupun sunnah. Mereka juga dikenal melek teknologi, berbeda dengan dengan Taliban, misalnya. Inilah yang menakutkan bagi tiga pendukung Jokowi di atas kalau sampai PKS menjadi partai yang berkuasa. Oleh sebab itu, oleh kalangan PSI, baik faksi Goenawan Mohamad maupun faksi Fajroel, PKS yang menjadi sasaran serangan. Silakan amati sendiri serangan-serangan mereka terhadap PKS di media sosial. Kadang kala serangan terhadap PKS juga dilancarkan lingkaran Kasebul di lingkaran PartaiSocmed. Gampang saja, kalau ada serangan kepada PKS, lihat saja latar belakangnya, pasti akan berkaitan dengan tiga komponen di atas: fundamentalis Katolik dan Kristen, serta PSI [ dan orang-orang Kiri yang diperalat tiga penyekong Jokowi tersebut]

Agar tak menyatu, partai yang berideologi Islam dibuat bimbang. Para pengamat sudah mulai bekerja dengan berbagai argumentasi bahwa poros partai-partai Islam sulit untuk diwujudkan. Terutama PKS yang akan dijadikan target kebimbangan ini. Mereka tak begitu khawatir dengan PKB, misalnya. Sosok Muhaimin Iskandar sudah dikenal sebagai orang pragmatis. Gus Dur saja ia khianati, apalagi umat Islam. PAN dan PPP juga hampir serupa. Sementara PBB suaranya tak signifikan. Tinggal PKS yang sulit dikendalikan. Apalagi sampai saat ini PKS tak mau membicarakan koalisi.

Kalau PKS nantinya akan mendukung Prabowo, maka akan diserang habis-habisan sebagai partai yang menyokong pelanggar HAM berat. Ini merupakan sasaran tembak yang empuk bagi kalangan PSI untuk menyerang PKS. Semisal PKS mendukung Ical, maka akan dihantam sebagai partai yang mendukung partai warisan Orde Baru: Golkar. Sementara itu, bila PKS akan membentuk poros partai Islam, akan diadu domba dengan sesama partai Islam. Maka diarahkan PKS untuk mendukung Jokowi. Dukungan ini penting untuk memperlihatkan bahwa Jokowi yang didukung Amerika lewat tiga tangannya tadi mendapatkan legitimasi dari partai Islam yang ideologis, yaitu PKS. Maka oponi pun diarahkan dengan berbagai argumentasi agar PKS merapat ke Jokowi. Bila jebakan ini berhasil menjerat PKS sehingga kemudian mendukung Jokowi dan tak berhasil membangun poros sendiri, maka hanya satu kata:wassalam. Satu benteng itu telah runtuh.

Sebagai penutup, dari semua uraian di atas, Jokowi sebetulnya tidak lebih hanyalah boneka bunraku. Boneka tersebut dimainkan dalam pertunjukkan sandiwara Jepang untuk menghibur kalangan bangsawan. Dan, bangsawan-bangsanwan yang terhibur dengan boneka bunraku bernama Jokowi bila kelak menjadi presiden adalah: fundamentalis Katolik [CSIS/Kasebul], fundamentalis Kristen [James Riyadi dkk] dan PSI [Goenawan Mohamad dkk]—yang ketiganya merupakan kaki tangan ndoro-ndoro di Amerika Serikat sana.

Pertanyaannya: apakah kita akan memilih boneka bunraku untuk memimpin 250 juta lebih penduduk Indonesia?***