100 Hari Pemerintahan Jokowi

Konsekuensi presiden yang dipilih berdasarkan citra semakin terlihat jelas. Presiden yang lahir karena proses media darling ternyata tidak bisa bekerja untuk kepentingan rakyat.

Harusnya di 100 hari kerjanya, presiden sudah bicara progres pembangunan infrastuktur, bicara tahap-tahap Indonesia menuju kedaulatan pangan, kesiapan masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Sebaliknya Jokowi malah sibuk dengan problem yang dibuatnya sendiri. Inilah konsekuensi kalau presiden dipilih dari hasil pecitraan dan media darling.

Presiden Joko Widodo, semakin terlihat mengabaikan janji-janji kampanye politiknya. Jokowi pernah berjanji akan meningkatkan jumlah penyidik dan menambah anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Membiarkan kriminalisasi yang dilakukan oleh Polri terhadap KPK sama saja tidak mendukung pemberantasan korupsi. Betul kata orang-orang, rasanya presiden SBY masih lebih baik jika dibandingkan Jokowi dalam hal ini, jika di zaman SBY masalah rivalitas antar penegak hukum seperti KPK dan Polri bisa diselesaikan dengan cepat. Tapi sayangnya, yang dipertontonkan oleh Jokowi saat ini, justru tersandera oleh partai koalisi yang mendukungnya.

Dia tidak bisa lepas dari pengaruh ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Semakin jelas Jokowi adalah presiden boneka.

Jokowi seharusnya cepat sadar dan mengambil sikap tegas atas peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini. Sebaliknya, yang terlihat jelas adalah koruptor sedang melakukan serangan balik terhadap institusi yang serius ingin memberantas kejahatan luar biasa tersebut.

Kalau Jokowi tetap tidak tegas dan tak bisa lepas dari cengkeraman Megawati, artinya sama saja Jokowi ikut menghancurkan KPK dan pro terhadap koruptor.

No comments:

Post a Comment